IDENTITAS MAHASISWA
MATERI IDENTITAS MAHASISWA
HIMPUNAN MAHASISWA
SISTEM INFORMASI
PERIODE 2021/2022
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
2021/2022
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum melangkah dan memasuki dunia kemahasiswaan, seorang mahasiswa baru harus memahami tentang dirinya sebagai person dan makhluk sosial, dinamika kehidupan mahasiswa sebagai kaum terpelajar dan situasi dan kondisi bangsa sebagai bagian dan pelanjut bangsa ini.
Dalam dunia kemahasiswaan, akan terjadi dinamika dalam kampus dan kehidupan bermasyarakat. Hal ini tidak dapat dipisahkan karena posisi dan peran ganda seorang mahasiswa. Fenomena ini didasari oleh pluralitas, idealisme dan sistem yang berlaku. Terjadinya benturan antara nilai-nilai kebenaran ilmiah dan etika yang didapatkan di bangku kuliah dengan kerancuan sistem dan otoriterisme penguasa mendorong mahasiswa untuk melakukan gerakan pembaharuan yang didasarkan oleh idealisme dan kekuatan moral. Akar gerakan mahasiswa adalah penumbuhan kesadaran terhadap nilai-nilai kebenaran dan tanggung jawab moral untuk mewujudkan kebenaran tersebut.
Bentuk paling ekstrim dari gerakan pembaharuan ala mahasiswa adalah demonstrasi dan militansi mahasiswa. Tidak jarang materi bahkan jiwa mesti dikorbankan untuk arti sebuah nilai kebenaran.
PEMBAHASAN
Identitas Mahasiswa terdiri dari kata “Identitas” yang berarti ciri atau syarat yang harus dimiliki oleh sesuatu sehingga sesuatu itu dapat dibedakan dengan yang lain, dan kata “Mahasiswa” yang arti formalnya adalah seseorang yang terdaftar disuatu Perguruan Tinggi pada semester berjalan dan makna filosofisnya adalah seorang yang mencari tahu tentang kebenaran dan berusaha mewujudkan kebenaran tersebut.
Jadi, makna Identitas Mahasiswa adalah ciri-ciri atau syarat yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa. Dengan kejelasan Identitas Mahasiswa ini, sehingga mahasiswa dapat dibedakan dengan murid SD, pelajar SLTP dan siswa SMU.
Secara formal, ciri-ciri seorang mahasiswa yaitu memiliki kartu mahasiswa
sebagai simbol dan legitimasinya. Namun secara filosofis ciri-ciri seorang
mahasiswa sebagai berikut:
1) Rasional
2) Cerdas
3) Inovatif
4) Kreatif
5) Intelek
6) Radikal
7) Idealis
8) Kritis
9) Revolusioner
10) Militan
Ciri-ciri yang disebutkan diatas hanyalah sekelumit dari sekian banyak ciri-ciri mahasiswa yang menjadikan mahasiswa tidak hanya sebagai kaum intelektual tapi juga sebagai sosial kontrol dalam suatu komunitas.
Sebagai mahasiswa, tidak hanya harus mengenal identitasnya, tapi juga harus mengetahui tipenya. Pluralitas lingkungan yang membentuk mahasiswa menjadikan tipe dan karakter mahasiswa berbeda-beda. Secara umum tipe dan karakter mahasiswa dapat dibagi sebagai berikut :
1) Tipe Akademisi :
Mahasiswa yang hanya memfokuskan diri pada kegiatan akademik dan cenderung apatis terhadap kegiatan kemahasiswaan dan kondisi masyarakat.
2) Tipe Organisatoris :
Mahasiswa yang memfokuskan diri pada kelembagaan baik didalam maupun diluar kampus, peka terhadap kondisi sosial dan cenderung tidak mengkonsentrasikan diri pada kegiatan akademik.
3) Tipe Hedonis :
Mahasiswa selalu mengikuti trend dan mode tapi cenderung apatis terhadap kegiatan akademik dan kemahasiswaan.
4) Tipe Aktivis Mahasiswa :
Mahasiswa yang memfokuskan diri pada kegiatan akademik kemudian berusaha mentrasformasikan “kebenaran ilmiah” yang didapatkan ke masyarakat melalui lembaga dan sebagainya dan berusaha memperjuangkannya.
B. Pengertian Mahasiswa Dari Berbagai Sudut Pandang
1. Pengertian Mahasiswa Secara Etimologi
Mahasiswa dari sudut pandangan kebahasaan, atau secara etimologi diambil dari kata maha dan siswa, yang artinya mahasiswa adalah seseorang yang sedang berada pada strata melebihi siswa.
2. Pengertian Mahasiswa Secara istilah.
Mahasiswa jika melihat istilah yang sering digunakan pada masyarakat indonesia adalah seseorang yang memiliki kedudukan dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi, sekolah tinggi, dan institut yang merujuk kepada penjurusan suatu disiplin ilmu.
Masyarakat memandang bahwa mahasiswa sebagai orang yang memiliki ilmu tinggi pada bidang akademik, karena masyarakat memandang mahasiswa belajar lebih dalam terhadap suatu dasar ilmu seperti ilmu kedokteran, teknik sipil, ekonomi, manajemen dll.
3. Pengertian Mahasiswa Dari Sudut Pandang Filsafat
Dari sudut pandang filsafat dalam memandang mahasiswa, dalam bidang akademik tidak ada orang yang ahli pada semua bidang, hanya ada manusia yang ahli pada satu bidang atau beberapa bidang. Karena, sejatinya bidang-bidang yang ada diisi oleh berbagai macam orang, maka pendidikan menerapkan hal demikian, pada jenjang SD-SMP dibebankan dengan belajar yang universal, tidak menjurus, hanya pada waktu SMA saja penjurusan dilakukan, namun pada jenjang universitas dan perguruan tinggi peserta didik diharuskan untuk memilih salah satu jurusan saja, yang benar-benar konsen di sana.
Sehingga penyebutan mahasiswa diambil karena adanya pendalaman ilmu beserta penanganan yang sedikit berbeda dengan siswa, mahasiswa yang mengurus dan bertanggung jawab atas tindakan nya pada perguruan tinggi seperti pengurusan biaya, pemanggilan karena masalah, sehingga hal tersebut menjadi salah satu metode penanganan agar mereka berkembang dengan cepat dan baik.
4. Pengertian Mahasiswa Dari Sudut Pandang Ahli
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5).
individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. (Siswoyo, 2007:121).
Dari pendapat ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa mahasiswa adalah individu sedang belajar pada jenjang pendidikan tinggi , diploma, atau strata, yang memiliki intelektual tinggi dan berfikir secara kritis dan cerdas untuk melakukan tindakan-tindakan kemasyarakatan dan hal lainnya.
5. Mahasiswa Dari Sudut Pandang pergerakan.
Dari sudut pandang pergerakan, mahasiswa dinilai sebagai penggerak yang produktif, berkontribusi pada sendi-sendi masyarakat sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat, pergerakan mahasiswa juga seharusnya memiliki prinsip independensi terhadap sikap politik.
Mahasiswa dengan karakteristik yang kritis dan intelektual juga dipandang sebagai individu yang anti-status quo, menentang sebuah kezhaliman dan sebagai pengawas keberjalanan negara.
Mahasiswa dari sudut pandang pergerakan menitik beratkan kepada tugas-tugas informal, seperti pembelajaran dalam kelas, namun lebih melihat pengalaman di luar kelas, sebagai bentuk tanggung jawab sosial karena subsidi biaya dari rakyat itu sendiri.
6. Pengertian Mahasiswa Dari Sudut Pandang Kenegaraan.
Mahasiswa adalah iron stock negara, atau penerus bangsa untuk memajukan dan membangun negara, amanat untuk memajukan indonesia sebagai tanggung jawab bersama para mahasiswa karena ilmu lebih yang didapat dari bangku perkuliahan.
C. Mahasiswa Sebagai Masyarakat Ilmiah
Dunia perguruan tinggi adalah dunia ilmiah. Ilmu digali dan dikembangkan di perguruan tinggi. Oleh karena itu tri dharma perguruan tinggi adalah sesuatu yang senantiasa harus menjadi landasan sebagai tugas pokoknya. Di dalam pengembangan keilmuan di perguruan tinggi harus berpedoman kepada etika akademik. Seorang warga kampus harus berpegang teguh dengan prinsip itu, sehingga tidak terjadi penggadaian prinsip-prinsip ilmiah, diantaranya seperti kejujuran, obyektivitas, rasionalitas, terbuka, dan berpegang teguh kepada nilai nilai ilmiah.
1. Paradigma Kampus Sebagai Pusat Peradaban Masyarakat Modern
Kampus adalah tempat kaderisasi calon-calon pemimpin bangsa dimasa depan. Sudah sering disebutkan bahwa kampus adalah miniatur masyarakat dan itu memang tepat. Di kampus berbagai orang dengan berbagai latar belakang, ras, agama, pemikiran, ideologi dan kepentingan berkumpul dalam sebuah sistem. Tak ubahnya dalam sebuah masyarakat, walapun memang tingkat kompleksitasnya tidak setinggi di masyarakat. Cerminan masyarakat di masa yang akan datang bisa dilihat dari kondisi kampus.
Kampus sebagai tempat pengkaderan pemimpin masa depan bangsa memiliki arti bahwa kampus adalah sebuah tempat dimana input masyarakat yang masuk dibentuk oleh atmosfer dan dinamika sistem kampus sehingga ketika lulus ia telah terwarnai dan kelak akan mewarnai kehidupan masyarakat. Melihat angka kuliah di Indonesia yang cukup rendah yaitu hanya sekitar 18 persen ini menunjukkan bahwa hanya segelintir orang saja yang bisa mengecapi nikmatnya berkuliah dan dari segelintir orang inilah nantinya diharapkan terlahir para pengisi pos-pos strategis yang akan berperan dalam pembangunan bangsa, baik itu dalam bidang politik, intelektual, ekonomi maupun sosial dan budaya. Kader-kader kampus yang sedikit ini memiliki kapasitas intelektual yang lebih sehingga mereka berhak mengisi fungsi-fungsi kepemimpinan di masyarakat di berbagai bidang.
Kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern memiliki makna bahwa dari kampuslah bermula berbagai gagasan, inspirasi, serta motor penggerak. Dalam hal ini sumber daya mahasiswa nya yang akan mewarnai dan menentukan arah perjalanan bangsa. “Mata air-mata air” yang tersebar di seluruh Indonesia diharapkan dapat mengalirkan gagasan, inspirasi serta aksi dari motor-motor penggeraknya sehingga dapat “menghidupkan” gairah serta vitalitas pembangunan.
Untuk setiap kampus dengan tempatnya masing-masing, makna dari kampus sebagai pusat mata air kehidupan memberikan gambaran bahwa kampus adalah sebuah sumber keunggulan yang mentransfer keunggulannya itu ke lingkungan sekitarnya layaknya mata air yang mengalirkan air ke lingkungan sekitarnya sehingga vegetasi disekitarnya tumbuh dengan subur. Kampus seharusnya dapat menjadi sumber energi pembangunan bagi lingkungan masyarakat yang ada disekitarnya.
Disinilah paradigma pusat peradaban kehidupan menampakkan bentuknya. Paradigma kampus sebagai peradaban masyarakat manghendaki manajemen kampus menjadi sebuah menajemen yang rapih dan bisa menjalankan tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien. Paradigma peradaban masyarakat modern juga menghendaki kampus sebagi sebuah sistem dengan segala dinamikanya yang mencerminkan vitalitas dan gairah dalam membangun karakter mahasiswanya dengan sungguh-sungguh. Pendidikan yang dijalankan adalah pendidikan dengan basis pembangunan karakter. Sementara karakter yang dibangun adalah religious dan humanis. Paradigma ini juga menuntut adanya maksimalisasi peran kampus dalam pengkajian produk-produk akademis dengan orientasi pembangunan kesejahteraan masyarakat. Paradigma ini menekankan kampus sebagai sebuah sistem yang menampilkan kesungguh-sungguhan serta profesionalitas tingkat tinggi dalam segala aspeknya.
Kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern menjunjung tinggi integritas dan menjaga nilai-nilai Good Governance jauh dari korupsi dan keculasan lainnya. Budaya korup baik itu dipraktekan oleh mahasiswanya melalui nyontek saat ujian atau menitipkan absen atau juga pemalsuan data skripsi maupun oleh birokrat kampusnya yang menyelewengkan dana mahasiswa nya adalah cerminan gagalnya proses pendidikan di kampus. Belum lagi bentuk-bentuk pelanggaran nilai integritas yang lain. Sepatutnya kampus adalah lembaga yang sangat menjunjung tinggi integritas. “Knowledge is power but character is more” kata sebuah ungkapan. Pengembangan karakter melalui penjagaan integritas merupakan harga mati bagi sebuah institusi pendidikan, sebab bila kondisinya antithesis akan menyebabkan proses ini berbalik hingga menjadikan kampus pencetak koruptor-koruptor pintar dan penjahat-penjahat canggih.
Kondisi saat ini masih banyak kampus di Indonesia yang terjebak pada antithesis dari paradigma tadi. Seperti umum diketahui masih banyak kampus yang pelayanannya jauh dari profesionalitas baik dalam pelayanan akademik maupun kualitas pengajaran. Hal ini akan terkait dengan standarisasi mutu atau akreditasi, efektifitas dan efisiensi otonomi serta akuntabilitas. Hal ini makin miris jika ditambah adanya fakta tawuran antar mahasiswa berbeda kampus dan bentrokan fisik antara mahasiswa dengan birokrat kampusnya.
Jika kampus tidak mampu mencetak kader-kader masa depan yang berbudi dan berkualitas maka hal ini akan antithesis dengan apa yang diharapkan dari proses kaderisasi pemimpin masa depan bangsa. Jika kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern sudah tercemar maka ia akan mengalirkan racun dan permasalahan bagi masyarakat di sekitarnya. Potensi pencemaran ini bukan hanya terjadi akibat proses dari sistem atau struktur sistem itu yang salah namun juga berasal dari faktor sosial dan budaya seperti atmosfer kehidupan sosial di kampus itu sendiri. Contohnya ada opini yang cukup mengkhawatirkan bahwa saat ini lembaga pendidikan sebagian cenderung menjadi “sarang kemaksiatan baru”. Sebagaimana kita ketahui free sex dan hedonisme telah cukup merebak di kampus-kampus di tanah air. Hal ini mempengaruhi pandangan hidup generasi muda tentang perannya di masyarakat. Kondisi mengkhawatirkan lain adalah egoisme individu yang merupakan salah satu dampak dari borok hedonisme. Hal ini nampak dari ketidakpedulian dan ketidakpekaan mahasiswa atau generasi muda pada lingkungannya. Hal ini kurang sejalan dengan apa yang diharapkan pada salah satu poin pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Masyarakat. Ketidakpedulian ini juga bisa jadi bersumber dari apatisme dan lemahnya cakrawala berpikir.
Selanjutnya bentuk perwujudan lain dari paradigma ini adalah menyadari bahwa kampus berada pada irisan ketiga lingkungan yaitu lingkungan masyarakat ekonomi, lingkungan masyarakat politik, hukum dan peradilan serta masyarakat sipil. Oleh karenanya dalam kiprahnya kampus harus memberikan porsi yang seimbang pada ketiganya. Hal ini jika sudut pandang yang diambil adalah sudut pandang skala besar. Dalam tataran yang lebih kecil, kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern harus memberikan konstribusi melalui program-program pengembangan dan pembangunan masyarakat secara umum (Community Development). Otonomi yang telah diberikan kepada kampus jangan sampai malah menjadikan bergesernya arah fungsi pengabdian masyarakat menjadi egoisme organisasi apalagi hingga kapitalisasi kampus.
Sisi positif dari otonomi kampus adalah harapan adanya peningkatan performance kampus, sebab kampus merupakan lembaga nirlaba yang secara teori kapasitas performance-nya bergantung dari donasi sponsor kini bisa mengalihkan dorongan berprestasinya menjadi bersumber pada mengusahakan kepuasan stakeholder. Communnity Development, selain sebagai sarana yang bisa meningkatkan citra positif harus dipertahankan menjadi misi utama kampus sebab apabila kampus kehilangan semangat dalam menjalankan misi itu, akan timbul lack of trust dari masyarakat yang pada gilirannya wibawa kampus sebagai pusat peradaban masyarakat akan hilang dan tujuan-tujuan utamanya akan tergerus.
Membangun kampus sebagai pusat peradaban masyarakat modern merupakan kerja besar yang sangat strategis untuk menentukan arah perjalanan bangsa dimasa depan. Ini harus merupakan kerja keras dari semua pihak. Selain hal-hal di atas, dalam dunia kampus proses pembelajaran menjadi hal yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan proses belajar mengajar di jenjang pendidikan sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang benar-benar harus diperhatikan disini. Sistem pendidikan yang menuntut pendidik (dosen) untuk lebih aktif mengajar dan memberikan ilmu pada peserta didik, sebaliknya, mahasiswa yang harus lebih aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran.
Dunia kampus, berisi orang -orang “hebat” baik dari kalangan dosen, alumni ataupun mahasiswa yang rasanya sangat sayang jika tidak menimba ilmu dari mereka. Setidaknya kecipratan dan ketularan. Untuk bertanya tentang berbagai hal, tidak susah untuk mengakses karena banyak pakar yang bisa dijadikan rujukan. Dunia kampus tidak hanya mengajarkan kita dalam mengejar target-taget nilai (belajar) tetapi juga secara tersirat mengajarkan kita bagimana berinteraksi dengan masyarakat luar secara langsung. Oleh karena itu, dalam kehidupan kampus peluang bagi seluruh civitas akademik khususnya mahasiswa untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi begitu besar. Mahasiswa dituntut untuk bisa mengembangkan kreatifivitas dan inovasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
2. Masyarakat Kampus, dan Budaya Akademik
Mahasiswa sebagai bagian masyarakat ilmiah, perlu sadar bahwasanya kampus tempat belajar, mengembangkan ilmu pengetahuan, bersosialisasi, berinteraksi, tempat memberi dan menerima, tempat bertanya dan menjawab, wahana miniatur bagi kehidupan di luar kampus yang sebenarnya, yang mungkin lebih liar dan berbahaya. Bagi banyak orang lain mungkin kampus memiliki artinya masing-masing. Memiliki ceritanya masing-masing, entah sedih, susah, senang, dan cinta. Kampus tidak akan pernah menjadi kampus kalau hanya bicara perihal tempat saja. Orang-orang, termasuk interaksi sosial di dalamnya yang membuat kampus itu menjadi “kampus”. Kampus merupakan tempat berkembang.
Kampus, bisa membuat ukuran menjadi tidak berarti. Membuat yang 35 hektar seakan-akan terasa seluas negeri ini. Maka siapa yang merasa tidak cukup dengan hanya menguasai kampus ini? Semuanya ada. Sistem hampir menyerupai negara, orang-orangnya sama beragamnya. Maka sangat lumrah jika kita sering melihat banyak mahasiswa yang rela mengorbankan waktunya, memberikan seluruh hidupnya di kampus. Betah beraktifitas di kampus, melakukan riset, belajar dan praktek di lab, perpustakaan, dan lain sebagainya. Banyak karya dan inovasi yang dapat dihasilkan dari kampus dengan budaya ilmiah dan akademiknya. Hanya disayangkan, kampus yang oleh undang-undang diberi otonomi bidang akademik dan non-akademik lebih tertarik mengembangkan kemandirian non-akademik, terutama dalam mencari sumber pemasukan, seperti bermacam jalur penerimaan mahasiswa, model pembayaran uang kuliah, membuka program studi dan atau kegiatan yang laris manis. Pengelola kampus akhirnya lebih fokus memikirkan strategi mencari dana daripada strategi menghidupkan budaya ilmiah.
Dalam dunia kampus, hal yang tidak bisa dipisahkan yaitu dari budaya dan etika akademik. Kampus menjadi motor penggerak utama pembangunan budaya dan etika akademik melalui berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan. Kampus sebagai intitusi/lembaga harus memperbesar jumlah dan peran masyarakatnya dalam upaya membangun budaya akademik. Pembentukan budaya akademik juga ditentukan oleh dasar dan orientasi kebijakan kampus. Ide-ide yang dijalankan, peraturan, dan filosofi administrasi, manajemen, serta hubungan interpersonal berpengaruh besar kepada pembentukan pandangan, spirit, etika, dan atmosfer lingkungan akademik. Karena itu, setiap keputusan yang diambil harus senantiasa melekat kepada fungsi utama pendidikan tinggi yang menurut Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Pasal 4), adalah mengembangkan kemampuan akal budi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui tridarma.
Tridarma yang terdiri dari pendidikan dan pengajaran; penelitian; dan pengabdian masyarakat adalah bentuk pengamalan fungsi dasar perguruan tinggi. Pendidikan dan pengajaran, selain mentransmisikan pengetahuan dan informasi ilmiah, juga membentuk pandangan dan sikap ilmiah. Lulusan kampus diharapkan mendarmabaktikan dirinya kepada masyarakat dengan melakukan pencerahan dan memecahkan berbagai masalah berdasarkan pengalaman dan prinsip ilmiah yang diperolehnya sesuai dengan moto, “Ilmu sebagai alat pengabdian”.
Darma pengabdian sejatinya adalah bagaimana kampus, langsung atau tak langsung, menjalankan fungsi saintifik di antaranya memprediksi, serta mendorong masyarakat agar terhindar dari petaka/kerugian atau memanfaatkan peluang dari perkembangan perilaku alami dan manusiawi. Kampus sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan pusat pengkajian dan penelitiannya seharusnya menjadi mitra tak terpisahkan bagi pemerintah dan industri.
Kehidupan kampus yang saat ini mengalami pergeseran nilai dalam tataran implementasi nilai kehidupan yang sangat jauh dari sebuah prilaku peradaban sebagai contoh terkadang kita menyaksikan ada kampus yang menjadi arena Tawuran antar sesama mahasiswa dalam satu kampus yang notabene adalah penggiat IPTEKS dalam pengertian pencari Ilmu yang tidak dapat lagi menjadi contoh harmoni kehidupan dalam sebuah peradaban modern.
Kondisi ini sebagai sebuah realita kehidupan yang menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat kampus agar mampu mengembalikan nilai-nilai peradaban kampus sebagai sumber kehidupan yang penuh nilai dan harmoni kehidupan yang ketika di masanya kampus tidak sekedar menjadi sumber inspirasi akan tetapi bahkan menjadi sumber kekuatan perjuangan untuk sebuah peradaban yang bermartabat.
Kampus menawarkan banyak cara-cara untuk berkarya, mengabdi, dan mengusahakan solusi bagi masyarakat. Membuat warna-warni dunia dengan karya di berbagai bidang. Fenomena yang terjadi, masyarakat semakin mudah terinformasikan dengan derasnya terpaan informasi yang didukung penuh dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang makin pesat. Apa yang rakyat serukan, akan mudah terdengar dan sampai pada pemerintah dengan cepat. Era media sosial, ketika suara masyarakat bisa kita lihat hanya dari trending topic di twitter, foto-foto dengan beratus ribu like di instagram, dan postingan dengan berkali-kali dishare ulang oleh para pengguna. Masyarakat kini lebih sering beraspirasi di media lalu pemerintah langsung mendengarnya tanpa melalui wakil rakyat. Begitu juga dengan “penyambung lidah masyarakat”. Mahasiswa sebagai penyambung lidah masyarakat, apakah masih berlaku sampai sekarang?? Atau mungkin masyarakat sudah tidak butuh lagi penyambung lidah itu karena sudah ada cara-cara sendiri seperti yang telah disebutkan.
Mahasiswa kini memiliki arti berbeda-beda pada setiap orangnya. Jika masyarakat ditanya, secara tidak sadar mereka akan menjawab bahwa mahasiswa hanyalah orang-orang yang memiliki kewajiban untuk belajar dan lulus. Tidak berharap lebih dari itu. Bahkan ketika coba menanyakan, “bagaimana harapan masyarakat terhadap mahasiswa?”, jawabnya; cukup di doakan agara para mahasiswa sukses meraih masa depannya.
Masyarakat kampus (dosen, mahasiswa) harus lebih cerdas membaca perubahan zaman, terus bergerak melakukan perubahan melalui karya dan inovasi yang berdampak bagi diri sendiri juga masyarakat. Mahasiswa, kampus, adalah perpaduan yang seharusnya bisa terus beradaptasi dengan zaman. Dengan kondisi zaman yang seperti ini, sudah waktunya dosen, mahasiswa menaikan kapasitas diri dengan terus mengeksplor lebih jauh, lebih dalam, dan lebih luas dari sebelum-sebelumnya. Dimulai dari diri kita, lalu dunia.
Oleh karena itu, pilihan yang tepat adalah bagaimana membangun iklim akademik yang kondusif pada setiap kampus agar kampus yang sangat dibanggakan benar-benar menjadi sumber kejayaan bangsa yang dihormati oleh semua elemen masyarakat. Semoga kampus dan seluruh masyarakat di dalamnya bisa benar-benar memberikan sebuah kontribusi untuk peradaban kehidupan masyarakat dan bangsa ini ke arah yang lebih baik.
D. Tri Dharma Perguruan Tinggi
Tri Dharma Perguruan Tinggi terdiri dari 3 poin yaitu :
Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Untuk itu, Tri Dharma Perguraan Tinggi adalah tanggung jawab semua elemen yang terdapat di Perguruan Tinggi. Bukan hanya mahasiswa, melainkan dosen, dan berbagai sivitas akademika yang terlibat.
Tugas utama mahasiswa yang pertama adalah melaksanakan kegiatan pendidikan. Pendidikan di sini maksudnya, mahasiswa meminta kepada pihak kampus untuk memberikan pengajaran dengan fasilitas yang maksimal dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dari proses pendidikan itulah diharapkan akan muncul bibit-bibit mahasiswa unggul.
Tugas utama mahasiswa yang kedua adalah melakukan penelitian. Tugas kedua ini bisa dibilang medium-hard, karena mahasiswa dituntut untuk dapat menemukan solusi dari suatu permasalahan, sehingga menciptakan solusi baru dalam menyelesaikan permasalahan yang ditemukan dalam masyarakat. Hasil penelitiannya dituntut agar profesional, bukan hasil jiplakan karya orang lain atau hasil dari penelitian prematur. Mahasiswa dituntut menjadi agent of change, sehingga dapat berfungsi sebagai “penyambung lidah” antara masyarakat bawah dengan pemerintahan yang berkuasa.
3. Pengabdian Kepada Masyarakat
Tugas utama mahasiswa yang terakhir adalah mengabdi kepada masyarakat. Banyak yang saat ini belum sadar kalau tugas utama seorang mahasiswa ialah mengabdi kepada masyarakat. Keberadaan mahasiswa di Indonesia merupakan harapan untuk menjadi agent of change at local district, atau menjadi pioner untuk perubahan di daerahnya.
Sifat dasar mahasiswa adalah mencari kebenaran dan mewujudkan kebenaran tersebut. Kadang suatu “kebenaran” ala mahasiswa terbentur dengan sistem yang diterapkan penguasa. Konsekuensi langsung dari hal tersebut adalah gerakan pembaharuan terhadap ketimpangan yang terjadi. “Pengawal Utama” dari gerakan mahasiswa adalah nilai-nilai kebenaran ilmiah dan norma-norma etika.
Hal tersebut kemudian menjadikan posisi dan peran ganda mahasiswa. Posisi ganda mahasiswa adalah sebagai kaum terpelajar/intelek sekaligus penyambung lidah rakyat atau DPR jalanan. Sedangkan peran ganda mahasiswa adalah sebagai pencari ilmu sekaligus agen pembaharu atau sosial kontrol.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual mempunyai tanggung jawab moral untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan mengaplikasikan nilai-nilai kebenaran untuk kepentingan rakyat walau harus berbenturan dengan penguasa.
Secara umum strata kehidupan berbangsa dapat digambarkan seperti piramida diatas. Rakyat sebagai mayoritas penduduk adalah elemen dasar suatu negara. Sedang Eksekutif sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pihak Legislatif sebenarnya berfungsi sebagai penyampai aspirasi rakyat kepada eksekutif.
Tapi ketika pihak legislatif pasif dan cenderung melupakan tanggung jawabnya dan justru memperjuangkan kepentingannya sebagai elit politik maka pada saat itu mahasiswa harus memperjuangkan rakyat.
1. Peran Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Sebagai mahasiswa, kamu diharapkan untuk menjadi pribadi yang punya kemampuan serta akhlak yang mulia. Di sini kamu berperan sebagai pengganti generas-generasi sebelumnya, yaitu jadi cikal bakal atau cadangan untuk masa depan Indonesia. Kalau bukan kamu para generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa, lalu siapa lagi yang akan memajukan bangsa Indonesia?
2. Peran Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”
Sesuai dengan artinya, kamu diharapkan menjadi agen perubahan untuk masyarakat. Kamu diharuskan untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu setinggi-tingginya supaya bisa mengaplikasikan ilmu dan gelar yang didapat. Jangan sampai gelar tersebut cuma nempel di namamu aja karena gelarmu itu nggak diberikan gitu aja, lho. Tapi, ada sebuah harapan untuk perubahan bangsa, dari bangsa yang tidak terarah menjadi bangsa yang lebih terarah. Sebagian mahasiswa mungkin belum menyadari kalau mereka merupakan tumpuan “kebangkitan” untuk bangsa Indonesia yang lebih maju lagi.
3. Peran Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”
Sebagai mahasiswa kamu harus berperan sebagai penjaga nilai. Nilai di sini bukanlah nilai-nilai yang bersifat negatif, tapi bersifat positif yang bisa membawa negara Indonesia lebih maju. Sebagai mahasiswa, kamu tidak boleh membiarkan eksistensi nilai kebaikan yang sudah ada jadi hilang begitu saja. Kamu juga sudah dipercaya sebagai generasi muda yang mampu menjaga nilai-nilai kebaikan tersebut, dan juga terus mencari serta menciptakan nilai kebaikan lainnya.
4. Peran Mahasiswa Sebagai “Moral Force”
Sebagai seorang mahasiswa, kamu harus bisa berperan sebagai kekuatan moral. Gelar ini diberikan kepadamu sebagai mahasiswa oleh masyarakat, karena kamulah yang nantinya akan menjadi kekuatan moral untuk Indonesia. Sebagai mahasiswa, kamu harus punya acuan dasar dalam berperilaku, yang meliputi tingkah laku, perkataan, dan cara bermoral yang baik. Dari sinilah kamu dituntut untuk menggunakan kemampuan intelektual serta kekuatan moralmu dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Mahasiswa Sebagai “Social Control”
Terakhir, sebagai mahasiswa kamu memiliki peran sebagai pengontrol kehidupan sosial. Dalam hal ini kamu bisa mengontrol kehidupan masyarakat dengan cara menjembatani antara aspirasi masyarakat dengan pemerintah. Mahasiswa juga dikenal sebagai penggerak yang mengkritisi kebutuhan politik ketika ada kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, apabila kebijakan tersebut dianggap tidak baik atau tidak bijak untuk masyarakat.
F. Sejarah Pergerakan Mahasiswa Indonesia
“Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut Gunung Semeru dari akarnya. Tapi berikan aku 10 orang pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia” – Soekarno
Peran Pemuda dan Mahasiswa yaitu mengawal dan sebagai garda terdepan bangsa ini dari kolonialis maupun tangan besi penguasa. Pergerakan pemuda atau mahasiswa menjadi penentu dalam setiap arah bangsa ini.
Mahasiswa merupakan salah satu
elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa ini. Hal ini
tentu saja sangat beralasan mengingat bagaimana pentingnya peran mahasiswa yang
selalu menjadi aktor perubahan dalam setiap momen - momen bersejarah di
Indonesia. Sejarah telah banyak mencatat, dari mulai munculnya Kebangkitan
Nasional hingga Tragedi 1998, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan. Beberapa
tahun belakangan ini telah banyak tercatat bahwa sudah beberapa kali mahasiswa
menancapkan taji intelektualitasnya secara aplikatif dalam memajukan peradaban
bangsa ini dari masa penjajahan Belanda, Masa Penjajahan Jepang, Masa
Pemberontakan PKI, Masa Orde Lama, Hingga Masa orde baru, peran mahasiswa tidak
pernah absen dalam catatan peristiwa penting tersebut.
Dalam Sejarah peradaban bangsa Indonesia, ada beberapa catatan peristiwa yang
layak kita pandang sebagai awal mula pergerakan mahasiswa di tanah air.
1. Tahun 1908 : Budi Utomo
Didirikan oleh sekumpulan pelajar (DR. Sutomo Dkk) yang berasal dari Lembaga Pendidikan STOVIA (School To Opleiding Van Indische Artsen) adalah sekolah kedokteran di Jakarta yang merupakan cikal bakal Universitas Indonesia.
2. Tahun 1922 : Perhimpunan Indonesia
Merupakan Kumpulan Pelajar dan Mahasiswa yang belajar di negri Belanda yang melakukan perjuangan dengan pergerakan bawah tanah.
3. Tahun 1924 : Lahirnya Study Club
Study Club memiliki Orientasi awal pada pergerakan kemerdekaan dan kebangsaan, pada saat itu munculah 2 Study Club pergerakan Mahasiswa ;
a. Kelompok Study Indonesia, didirikan pada tanggal 24 November 1924 oleh DR. Sutomo.
b. Kelompok Study Umum, yang didirikan pada tahun yang sama oleh Ishak Cokridisuryo.
4. Tahun 1928 : Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda dicetus pada kongres II di Jakarta yang dipelopori oleh Perhimpunan Pelajar Pemuda Indonesia (P3I) yang didirikan pada tahun 1926.
5. Tahun 1944 : Konsep NKRI
Untuk pertama kalinya konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia dicetus berdasarkan pemikiran Tan Malaka melalui kajian bersama Pemuda dan Pelajar pada akhir tahun 1944 yang berangkat dari konsep Sumpah Pemuda 1928.
6. Tahun 1945 : Proklamasi RI
Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah NKRI, diawali dengan peristiwa Rengas Dengklok yang dipelopori oleh Chairil Saleh dan Sukarni.
7. Tahun 1963 : Pemberontakan DI/TII
Pada tahun ini gerakan mahasiswa (Islam) berada pada sebuah jebakan pemerintah yang mengklaim DI/TII adalah gerakan pemberontakan yang mengancam Negara, namun pergerakan DI/TII sesungguhnya adalah sebuah bentuk pergerakan dalam menentang ideology komunis yang dalam falsafahnya bertentangan dengan Islam.
8. Tahun 1966 : G. 30 S PKI
Moment awal keruntuhan Orde Lama dibawah kekuasaan Soekarno yang dipelopori oleh HMI dan beberapa Organisasi Mahasiswa lainnya dalam wadah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan mencetuskan HANURA (Hati Nurani Rakyat).
9. Tahun 1974 : Malapetaka Lima Belas January (MALARY)
Sebuah pergerakan mahasiswa Indonesia dalam menolak bantuan luar negri kepada Indonesia karena dianggap akan melahirkan beban Negara kedepan yang tidak seimbang dengan kondisi pada saat itu, dalam moment ini Hariman Siregar di tokohkan.
10. Tahun 1978 : NKK – BKK
Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK)
Kebijakan ini resmi diberlakukan dengan dikeluarkannya SK No. 0156/U/1978 oleh Daud Yusuf selaku MENDIKBUD, dengan alasan bahwa dunia kampus sudah tidak mencerminkan lagi namun telah menjadi ajang politik praktis, kebijakan ini berorientasi pada pembunuhan karakter mahasiswa dan mengarahkan mahasiswa untuk berpikir akademis semata.
Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK)
Kebijakan ini resmi berlaku dengan dikeluarkannya SK No. 0371/U/1979 tentang bentuk susunan lembaga organisasi kemahasiswaan DAN KEMUDIAN DILEGITIMASI DENGAN INSTRUKSI dikti No. 22/DJ/Inst/78 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di perguruan tinggi.
11. Tahun 1988 : Kasus Helm (Siti Hardiyanti Rukmana)
Pada tahun ini dikeluarkanlah sebuah kebijakan bagi pengendara motor untuk menggunakan helm (pengendara dan yang dibonceng), namun kenapa kebijakan ini justeru dikeluarkan pada saat Mbah Tutut sedang membuka usaha helm pada rezim Soeharto.
12. Tahun 1996 : April Makassar Berdarah (AMARAH)
Pada tahun ini makassar menangis, pergerakan mahasiswa makassar dalam menolak kebijakan walikota makassar tentang kenaikan tarif pete-pete (Angkutan Kota) dari Rp. 300,- menjadi Rp. 500,- yang diakibatkan naiknya BBM, semua mahasiswa makassar melakukan aksi menolak sehingga menyebabkan 3 mahasiswa Universitas Muslim Indonesia Menjadi korban (Saiful Biya, Tasrif, Andi Sultan Iskandar) karena kampus II UMI dimasuki Tentara yang mengendarai Panser (Reformasi Berawali Dari Tanah Makassar).
13. Tahun 1998 : Reformasi
Pada tahun tersebut merupakan moment runtuhnya rezim Orde Baru, ditandai dengan kasus TRISAKTI.
14. Tahun 2004 : Mei Makassar Berdarah (MEMAR)
Pada tahun tersebut untuk kedua kalinya Aparat pemerintah memasuki kampus II UMI namun bukan oleh Tentara tapi Polisi yang menyebabkan lebih dari 300 mahasiswa menjadi korban (Luka Berat dan Ringan, bahkan salah satu mahasiswa fakultas Teknik menjadi sasaran tembak yang menembus paha kanan).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai-nilai kebenaran ilmiah yang didapatkan mahasiswa dibangku kuliah kemudian melandasi cara berpikir dan bertindak mahasiswa termasuk dalam menyikapi kondisi sosial masyarakat. Nilai-nilai kebenaran ilmiah ini kemudian melahirkan suatu “Idealisme Mahasiswa”
Konsekuensi logis dari idealisme mahasiswa ialah tanggungjawab sebagai seorang yang menuntut ilmu harus dipenuhi dan peran sebagai sosial kontrol harus tetap dijaga.
Dalam peran sebagai sosial kontrol, tidak jarang mahasiswa harus berbenturan langsung dengan aparat sebagai kaki tangan penguasa. Pada kondisi seperti ini kita sebagai mahasiswa akan diperhadapkan pada penindasan dan perlawanan yang nantinya kita akan memilih antara “Lawan atau Tertindas” Mahasiswa sebagai penerus roda pembangunan dituntut untuk memberikan yang terbaik untuk Republik ini baik skill, ilmu, materi atau bahkan darah kita.
Komentar
Posting Komentar